Ketika Istri Dilarang Suaminya untuk Menghafalkan al-Quran
Pertanyaan:
صديقتي مشاركة بحلقة تحفيظ قرآن عن طريق الجوال ، والحمدلله مستمرة ، مشكلتها مع زوجها ، أنها لما تختلي بنفسها لمدة ساعه لمراجعة القرآن ، يقول : لست راض عنك ، مع أنها لم تقصر بحقه ، ولا بحقوق أبنائه ، وتختار الوقت بعد ما تنهي جميع الأشغال ، ومع ذلك يقول : لست راض عنك ، فما حكم استمرارها بحفظ القرآن ؟
Temanku, seorang wanita, ikut dalam sebuah halaqah hafalan al-Qur’an melalui ponsel, alhamdulillah masih berjalan. Masalahnya ada pada suaminya. Istrinya meminta waktu satu jam untuk mengulang hafalan al-Qur’an, akan tetapi suaminya berkata, “Aku tidak rida denganmu!” padahal istrinya tidak melalaikan hak suami dan anak-anaknya karena dia meluangkan waktu setelah menyelesaikan semua kewajibannya. Namun, suaminya tetap berkata, “Aku tidak rida denganmu!” Bagaimana hukumnya jika dia melanjutkan menghafal al-Qur’an?
***
ملخص الجواب
يجوز للزوجة أن تحفظ القرآن وتراجعه مع رفض الزوج ذلك ما دامت لا تقصر في أداء حقوقه ؛ إذ ليس للزوج أن يمنعها من ذلك ، ولكن إن أمرها الزوج بترك ذلك حال وجوده في المنزل فقط ؛ لرغبته في الجلوس معها وقتا أطول أو نحو ذلك ، فحينها ينبغي عليها إن تطيعه وتؤجل المراجعة لوقت غيابه عن المنزل أو وقت نومه وراحته أو نحو ذلك.
Ringkasan Jawaban:
Boleh bagi istri menghafal al-Qur’an dan memurajaahnya walaupun suaminya melarang selama dia tidak lalai dalam menunaikan hak-hak suaminya karena suami tidak berhak melarangnya menghafal. Namun, jika suami hanya menyuruhnya untuk tidak melakukannya saat dia di rumah saja karena dia ingin bersamanya lebih lama atau karena hal lain, maka dia harus mematuhinya dan menunda murajaahnya hingga suaminya pergi dari rumah atau ketika sudah tidur atau beristirahat atau waktu lainnya.
Jawaban:
الحمد لله
أولاً
يجب على المرأة طاعة زوجها ؛ لما له من حق القوامة عليها ، قال تعالى : الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ النساء/34.
Segala puji hanya bagi Allah.
Pertama-tama, bahwa seorang istri wajib menaati suaminya, karena suami punya hak kepemimpinan atasnya, Allah taʿalā berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ- النساء: ٣٤
“Para lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An-Nisa’: 34)
قال ابن كثير رحمه الله : ” وقال علي بن أبي طلحة عن ابن عباس : ( الرجال قوامون على النساء ) . يعني : أمراء عليهن ، أي : تطيعه فيما أمرها الله به من طاعته ، وطاعته أن تكون محسنة لأهله ، حافظة لماله.
وكذا قال مقاتل والسدي والضحاك ” انتهى من ” تفسير ابن كثير ” (2/293).
Ibnu Katsir raẖimahullahu taʿalā berkata, “Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas bahwa “Para lelaki adalah pemimpin bagi kaum wanita.” (QS. An-Nisa’: 34) maksudnya adalah pemimpin atas mereka yang harus ditaati, karena Allah yang memerintahkan para wanita untuk mematuhinya, dan ketaatan kepadanya adalah dengan berbuat baik dengan keluarganya dan menjaga hartanya. Muqatil, as-Sudi dan aḍ-Ḍaḥāk juga berkata demikian.” Selesai kutipan dari Tafsir Ibnu Katsir (2/293)
ويستثنى من وجوب طاعة المرأة لزوجها أمران :
الأمر الأول : أن يترتب على طاعته الوقوع في المعصية ، إما بترك واجب أو فعل محرم ، ففي هذه الحال لا يجوز للمرأة طاعة زوجها ؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم : لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ رواه البخاري ( 6830 ) ، ومسلم ( 1840 )
Ada dua hal yang dikecualikan dalam hal ketaatan istri pada suaminya:
Pertama, jika menaatinya membuat seorang istri terjatuh dalam kemaksiatan, baik dengan meninggalkan kewajiban ataupun melakukan perbuatan haram. Dalam hal ini, dia tidak boleh menaati suaminya, sebagaimana sabda Nabi sallallāhu ‘alaihi wa sallam,
لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk untuk bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (HR. Bukhari 6830 dan Muslim 1840)
الثانية : أن يترتب على طاعة الزوج حصول الضرر على المرأة ، أو تضييع لحقوقها ، ففي هذه الحال لا يجب عليها طاعة زوجها ؛ لقول النبي صلى الله عليه وسلم: لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ رواه ابن ماجة (2340) وصححه الألباني في “صحيح ابن ماجة”.
وينظر جواب السؤال رقم : (97125).
Kedua, jika menaati suami bisa mendatangkan bahaya bagi istri atau mengurangi hak-haknya. Dalam keadaan ini dia tidak wajib mentaati suaminya, sebagaimana sabda Nabi sallallāhu ‘alaihi wa sallam,
لا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh mencelakai diri sendiri atau orang lain.” (HR. Ibnu Majah 2340 dan disahihkan oleh al-Albani dalam Sahih Ibnu Majah)
Lihat juga jawaban pertanyaan nomor 97125.
ثانيا:
من حقوق المرأة على زوجها أن يعينها على طاعة الله تعالى ، وأن لا يمنعها من فعل ما يقربها من ربها ما دام لا يؤثر ذلك على حقه عليها ، ومن ذلك أن يتركها تتعبد لله تعالى بحفظ كتاب الله ومراجعته.
وقد روى البخاري (900) ، ومسلم (442) أن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ .
Kedua, bahwa di antara hak istri atas suaminya adalah bahwa suami harus membantunya dalam ketaatan kepada Allah Subḥānahu wa Ta’āla dan tidak melarangnya berbuat apa yang bisa mendekatkannya kepada Tuhannya selama hal tersebut tidak melalaikan kewajibannya terhadap suaminya. Di antaranya, dengan membiarkannya beribadah kepada Allah Subḥānahu wa Ta’āla dengan menghafal al-Qur’an dan memurajaahnya.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari (900) dan Muslim (433) bahwa Nabi sallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ
“Janganlah kalian melarang hamba-hamba wanita Allah dari masjid-masjid-Nya.”
قال الحافظ ابن رجب: ” الزوج منهيٌ عن منعها إذا استأذنته ، وهذا لا بد من تقييده بما إذا لم يخف فتنةً أو ضرراً . وقد أنكر ابن عمر على ابنه لما قال له : “والله لنمنعهن” ، أشد الأنكار ، وسبه ، وقال له : تسمعني أقول : قال رسول الله – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، وتقول : لنمنعهن؟! ” انتهى من “فتح الباري” لابن رجب (8/ 53).
al-H̱āfiḏ Ibnu Rajab berkata, “Suami tidak boleh melarang mereka jika mereka sudah meminta izin (ke masjid), akan tetapi dengan syarat tidak dikhawatirkan terjadinya fitnah atau bahaya baginya.
Ibnu Umar pernah mengingkari anaknya dengan keras dan mencelanya ketika dia berkata, “Demi Allah, aku akan melarang mereka!”
Ibnu Umar berkata, “Kamu dengar aku berkata, ‘Rasulullah sallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian.’ Kamu malah berkata ‘aku akan melarang mereka!’”
Selesai kutipan dari Fatḥu al-Bārī karya Ibnu Rajab (8/53)
وجاء في فتاوى “اللجنة الدائمة” (7/332) : ” يجوز للمرأة المسلمة أن تصلي في المساجد ، وليس لزوجها إذا استأذنته أن يمنعها من ذلك، ما دامت مستترة ، ولا يبدو من بدنها شيء مما يحرم نظر الأجانب إليه ؛ لما رواه ابْنَ عُمَرَ قال : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ( إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ إِلَى الْمَسَاجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ )…” انتهى.
Dalam kompilasi fatwa al-Lajnah ad-Da’imah (7/332) disebutkan bahwa seorang wanita muslimah boleh salat di masjid, dan suaminya tidak boleh melarangnya jika dia sudah meminta izin selama dia menutup auratnya dan tidak menampakkan bagian tubuhnya yang terlarang untuk dilihat orang asing. Ini berdasarkan hadis riwayat Ibnu Umar, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah sallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ إِلَى الْمَسَاجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ
‘Jika istri-istri kalian meminta izin untuk ke masjid maka izinkan mereka.’” Selesai kutipan.
هذا مع ما فيه من خروجها من البيت ، وانتظارها إقامة الصلاة ، وقد تطول مدة ذلك؛ ولا شك أن حفظ المرأة للقرآن في بيتها، أو اشتغالها بما ينفعها من علم ، أو ذكر ، أو عبادة : أولى بأن ينهى الرجل عن منعها منه ، بعد أن لا تفرط فيما يجب من حقه ، وحق أولاده.
Hal ini mengharuskan wanita keluar dari rumah dan menunggu waktu iqamah yang terkadang lama. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa ketika dia menghafal al-Quran di rumah, sibuk dengan ilmu yang bermanfaat, zikir, atau ibadah lain, maka lebih layak bagi suami untuk dilarang melarang istrinya, selama istrinya tidak melalaikan hak suami dan anak-anaknya.
وليعلم الزوج أن حفظ زوجته لكتاب الله تعالى سيعود بالبركة على البيت ومن فيه ، وبالنفع على أولاده ؛ لأن الأطفال غالبا يتعلمون ويحفظون من حفظ أمهم ، وهذا سيوفر على الزوج جهدا كبيرا في تعليم أولاده القرآن ، إذ تكون الزوجة قد تكفلت بهذا.
Hendaknya suami mengetahui bahwa jika istrinya menghafalkan al-Qur’an akan mendatangkan berkah untuk rumahnya beserta penghuninya dan bermanfaat untuk anak-anaknya karena mereka biasanya akan belajar dan menghafal al-Qur’an dari ibunya. Ini juga sangat meringankan kewajiban suami untuk mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anaknya, karena istrinya sudah melakukannya.
ويعود بالنفع على الزوج أيضًا ؛ إذ إن تعلم القرآن وفهمه يزيد من الإيمان ، وتتعلم المرأة منه أحكام الدين ، وإذا زاد إيمان المرأة وعرفت أحكام دينها ؛ زاد حرصها على طاعة زوجها ، وحسن تبعلها ومعاشرتها له ؛ لعلمها أن ذلك من طاعة الله تعالى.
Ini juga membawa manfaat bagi suami, karena jika istrinya mempelajari dan memahami al-Qur’an, maka akan menambah imannya, dan istrinya pun dapat mempelajari hukum-hukum agama dari al-Qur’an. Apabila seorang istri meningkat imannya dan paham hukum-hukum agama, tentu akan semakin bersungguh-sungguh dalam menaati suaminya, menjalankan kewajibannya dan mempergaulinya dengan baik, karena dia mengerti bahwa itu adalah bagian dari ketaatan kepada Allah.
ولكن ربما لا يقصد الزوج منع زوجته من حفظ القرآن ومراجعته بالكلية ، وإنما يقصد منعها من ذلك حال وجوده في المنزل فقط ؛ لأنه يريد أن يجلس معها وقتا أطول أو نحو ذلك ، فحينها ينبغي عليها أن توازن بين حاجة الزوج إلى زوجته ، وحاجته إلى الأنس بها ، فتطيعه وتؤجل مراجعة القرآن لوقت غيابه عن المنزل ، أو وقت نومه وراحته ، أو نحو ذلك.
Namun, mungkin juga suami tersebut tidak bermaksud melarangnya menghafal dan murajaah al-Quran secara total, akan tetapi hanya ketika dia berada di rumah saja, karena dia ingin menghabiskan waktu lebih lama bersamanya, dan lain sebagainya. Jika demikian, sepatutnya dia mempertimbangkan kebutuhan suaminya terhadap istrinya dan kasih sayang darinya, sehingga dia harus menaatinya dan menunda murajaahnya, yaitu ketika dia sedang tidak berada di rumah, sedang tidur, istirahat, atau lain sebagainya.
وإذا قدر أنه لا حاجة بالزوج إلى زوجته في وقت ما ، وكانت تعلم أن انشغالها هذا الوقت يغضبه ، أو يثير مشكلة في البيت ، فالذي ننصحها به أن تكون حكيمة في إدارة بيتها ، والترفق بزوجها ، ولا تعين الشيطان عليه ؛ فتجعل ذلك الوقت إلى ما لا بد لها من عمله في بيتها ، ومراعاة أولادها ، وحق زوجها ، ليكون وقتها فارغا ، إذا خرج زوجها لعمله ، أو حاجات الرجل خارج بيته : تفرغ هي لكتاب ربها ، فتقرأ ، وتراجع ، وتحفظ ، من دون إثارة مشكلات ، ولا تعكير لصفو البيت ، ولا إعانة للشيطان على أهله . وقد قال الله تعالى، منبها لعباده على أهمية الحكمة في الأمر كله : يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ البقرة/269.
والله تعالى أعلم.
Andaikata seorang suami sedang tidak membutuhkan istrinya pada waktu tertentu, dan istri tahu bahwa jika dia sibuk sendiri pada waktu tersebut akan membuat suami marah atau menimbulkan masalah dalam rumah tangga, maka kami nasihatkan agar dia lebih bijak untuk mengurus rumah tangganya, berlemah lembut kepada suami, dan tidak membantu setan menjerumuskan suaminya. Hendaknya dia gunakan waktunya untuk apa yang telah jadi kewajibannya untuk mengurus rumah, menjaga anak-anak, dan melayani suaminya.
Ketika istri memiliki waktu luang, misalkan suami sudah berangkat kerja atau keluar untuk urusan-urusan lain, silakan dia membuka al-Qur’an, membaca, murajaah dan menghafalnya tanpa harus menimbulkan masalah dalam rumah tangga, mengganggu keharmonisan di dalamnya, ataupun membantu setan menjerumuskan suaminya. Sebagaimana firman Allah yang menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya tentang pentingnya kebijaksanaan dalam segala urusan,
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ – البقرة: ٢٦٩
“Allah memberikan kebijaksanaan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan barang siapa diberikan kebijaksanaan, sungguh dia telah diberikan kebaikan yang banyak, dan tidak ada yang memikirkannya kecuali orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 269)
Allahua’lam.
Sumber:
هل يلزمها طاعة زوجها إذا أمرها بعدم مراجعة القرآن حال وجوده في المنزل ؟
https://islamqa.info/ar/downloads/answers/290885
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/38714-ketika-istri-dilarang-suaminya-untuk-menghafalkan-al-quran.html